Penulis: Api Sulistyo
Tanggal 28 Mei, 2011 adalah hari istimewa bagi anak kami, Ingrid Sulistyo. Dia merayakan ulang tahunnya ke 12. Seperti biasanya kami akan merayakan hari jadinya ini dengan kue and kartu ulang tahun. Tetapi saya masih belum terbiasa dengan adat istiadat di Amerika ini. Di Sabtu pagi itu, saya belum punya kartu ulang tahun untuk Ingrid. Istri saya tentu saja sudah mempersiapkan hadiah untuk dia dan menyuruh anak-anak kami lainnya untuk membuat kartu.
Saya dibesarkan di sebuah kapung di Jawa Tengah, Indonesia. Tidak ada kebiasaan di masyarakat kami untuk merayakan ulang tahun. Tidak ada kartu ucapan dan tidak ada kue ulang tahun.
Sebagian masyarakat Jawa Tengah merayakan ulang tahun dengan upacara “momong” yang artinya menjagai atau menunggui. Upacara ini pun sudah ditinggalkan oleh kebanyakan orang. Pada upacara ini keluarga memperingati “weton” atau kelahiran anaknya dengan membagi-bagikan nasi tumpeng kepada anak-anak lain. Para orang tua di kampong kami mengatakan bahwa dengan “momong” ini kita berharap si anak yang berulang tahun akan selalu aman dan terlindungi dan mencapai cita-citanya, seperti bentuk nasi tumpeng yang melambangkan arah menuju sukses.
Kebiasaan ini didasarkan pada gabungan penanggalan bulan dan matahari. Penanggalan Jawa memiliki lima hari dalam sepakan: Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon. Sedangankan pada penanggalan matahari ada tujuh hari dalam seminggu seperti kita tahu. Berdasarkan dua penanggalan ini, “weton” seseorang terjadi setiap 35 hari.
Waktu kecil ibuku sering mengingatkanku dalam basa Jawa, “Wetonmu ki Jemuah Wage.” Artinya saya lahir pada hari Jumat (penanggal matahari) dan hari Wage (penanggalan bulan). Kita diharapkan untuk bersyukur dan mengingat kembali cita-cita hidup kita.
Memberi Hadiah
Banyak orang tua di kampung yang bahkan tidak ingat tanggal ulang tahun mereka. Yang mereka ingat biasanya kerjadian-kejadian pada saat mereka lahir seperti, masa panen, kemarau, banjir, kebakaran, dan peristiwa alam lainnya. Kalau saya harus mengisi formulir yang berhubungan dengan tanggal lahir orangtua saya, biasanya saya memakai teori kira-kira. Berapa umur mereka juga ditentukan berdasarkan kira-kira.
Perayaan hari lahir tahunan bisanya dilakukan oleh masyarakat kota di Indonesia. Beberapa tahun yang lalu seorang teman di Yogyakarta mengajak saya untuk menghadiri ulang tahun temannya. Pesta ini berlangsung di hotel. Saya agak sungkan berangkat karena tidak kenal dan tidak punya hadiah ulang tahun. “Udah pokoknya beres. Ikut saya,” katanya meyakinkanku
Kami berada di ruang khusus untuk acara ulang tahun. Makanan dan minuman sudah tersedia. Belakangan saya teringatkan kembali ketika ingin ikut membayar. “Sudah dibayar sama yang ulang tahun,” temanku menjelaskan. Setelah cukup lama tinggal di Amerika, saya lupa bahwa di Indonesia punya kebiasaan yang berbeda. Orang yang berulang tahun biasanya mengungkapkan rasa syukurnya dengan berbagi untuk teman-temannya. Sementara di Amerika, orang lain menyelamati orang yang ulang tahun dengan memberikan kartau dan hadiah untukna.
Beberapa perayaan lain juga tidak diperingati secara teratur di Indonesia, atau bahkan tidak banyak dikenal seperti hari ulang tahun perkawinan, hari ibu, dan hari ayah. Valentine Day bahkan dilarang oleh berbagai instansi pendidikan. Saya pernah berbicara dengan seorang teman di Indonesia tentang pentingnya hari Valentine Day. “Wah gak perlu ada hari Valentine. Untuk apa?” katanya. “Mestinya rasa kasih saying itu ya diungkapkan setiap hari. Tidak perlu hari khusus untuk itu,” lanjutnya. Kemungkinan besar istrinya tidak ada di sekitarnya waktu dia bilang begitu. Tentunya masyarakat Indonesia punya acara tersendiri untuk mengungkapkan rasa syukur dan kebahagiaan mereka.
Lari-lari
Pagi hari di ulang tahunnya Ingrid, saya bangun dan siap-siap untuk lari-lari. Kebetulan cuaca di Minneapolis, Minnesota cukup bagus dan hangat. Lari pagi itu saya lakukan untuk mensyukuri hari istimewa anak kami Ingrid. Saya berlari menyusuri jalan-jalan di sekitar rumah kami.
Sambil berlari saya bersyukur karena Ingrid telah menjadi bagian dari keluarga kami. Saya bersyukur atas semua karunia Tuhan untuk dia: kesehatan, kepandaian, kebahagiaan, rasa nyaman bersama kami, dan kecantikannya.
Sambil berlari saya juga mendoakan semoga dia selalu dibimbing dan dilindungiNya. Semoga dia berhasil dengan cita-citanya, berguna bagi orang lain, dan hidup bahagia. Rasa syukur dan harapan itu membuat saya menikmati lari-lari pagi itu. Begitu saya sampai di depan rumah, GPS saya menunjukkan jarak 12.12 mil (sekitar 19.5 Km).
Hari itu saya ceritakan kepada Ingrid bahwa saya lari 12.12 mil untuk merayakan hari ulang tahunnya. “Terima kasih Pak,” katanya sambal merangkulku. Dia memang pernah beberapa kali menemani saya lari-lari di beberapa tempat dan berbagai cuaca. Saya masih ingat kami berlari mengelilingi danau Nokomis di dekat rumah kami dan suhu hari itu adalah minus 8 Celcius (17 derajat Fahrenheit).
Demi menghormati tradisi setempat, saya juga membuat kartu ucapan untuk dia. Sebelum makan kue dan membuka hadiah, Ingrid mengajak teman dan dan keluarga kami untuk menjadi relawan membungkusi makanan untuk dikirim ke negara-negara yang mengalami kelaparan. Acara ini dikelola oleh organisasi kemanusiaan Feed My Starving Children.(Nafkahilah Anak-anakku yang Kelaparan).
Tahun itu juga Ingrid membuat kejutan bagi saya. Dia mendaftarkan diri menjadi anggota tim pelari Cross Country di sekolah. Beberapa kali saya berdiri di pinggir jalan menjadi supporternya. Sampai hari ini Ingrid masih suka lari-lari dan berolahraga.
Saya akan selalu ingat ulang tahun itu.
- Kapan anda menghargai orang lain dengan cara yang sangat tidak bias
- Kesempatan macam apa yang akan anda miliki untuk menunjukkan cara untuk memberikan nilai tambah?
Copyright@2017StoryLighthouse
Api Sulistyo’s LinkedIn profile: