Oleh Api Sulistyo
15 Mei 2020
COVID-19 memang membawa sial. Hari-hari yang cerah dan indah di Minnesota biasanya kami nikmati dengan aneka kegiatan di luar rumah. Salah satunya adalah camping. Tapi, gegara pandemik semua camping ground tutup untuk mencegah penularan virus. La terus bagaimana?
Hari Jumat sore (15/5/2020) adalah hari yang sangat indah untuk dilewatkan begitu saja. Matahari bersinar sampai hampir jam 8 malam menebar kehangatan. Suhu udara sekitar 65 derajad Fahrenheit/18 Celcius. Tak begitu berangin dan tak ada nyamuk dan serangga lainnya. Keluarga kami pun memutuskan untuk camping di kebun belakang rumah kami. Alex, anak bungsu kami bertugas mendirikan tenda. Dan kami pilih tenda ukuran kecil karena memang hanya saya dan istri saya yang akan tidur di sana. Yang lain pilih tidur di dalam rumah. Hampir sepuluh tahun kami punya tenda ini. Saya sering memakainya waktu pergi ke luar kota untuk ikut lomba lari.
Setelah tenda berdiri saya masukkan sleeping bags, bantal dan beberapa botol air minum. Kami tidak perlu lampu untuk di dalam tenda karena lampu dari dalam rumah cukup untuk menerangi tenda kami.
Kami makan malam bersama dan menu malam ini adalah black pepper beef, bakwan jagung, krupuk bawang, sayur bayam, dan buah semangka. Tak terlupakan nasi putih yang masih panas, langsung dari rice cooker. Sebetulnya saya pingin menambahkan sambel yang pedas, tapi yang lain tidak begitu menikmati makanan pedas. Lada hitam sudah cukup pedas bagi kami. COVID-19 membuat kami sering berguru dari Youtube tentang memasak dan biasanya hasilnya cukup baik. Maksudnya ada rasa cukup enak untuk dimakan.
Ketika mulai gelap David, kakaknya Alex bertugas membuat perapian. Kebetulan kami sudah membeli dua bentel kayu api beberapa hari sebelumnya. Peralatan camping lainnya yang kami simpan dalam kotak, kami keluarkan dari garasi. Kami suka membakar marshmello untuk dimakan dengan coklat dan cracker. Saya sih tidak begitu suka karena bikin tangan kotor dan terlalu manis.
Sambil menikmati kehangatan perapian kami ngobrol sana-sini dan mengingat cerita-cerita lucu di masa lampau. Malah ada yang bermain golf di bawah sinar lampu atap rumah. Tentu saja tidak memakai bola golf beneran tapi bola golf plastik sehingga tidak membahayakan orang lain atau memecahkan kaca rumah kami. Saya asyik mendengarkan obrolan sambil bermain gitar melantukan nada-nada melankolis dan untaian pentatonis.
Ketika kami siap tidur dan glenak-glenik berdua di dalam tenda, tiba-tiba terdengar suara kucing kami Sully. Dia ingin masuk ke dalam tenda dan tidur dengan kami. Dia bisa mendengar dan melihat kami, tetapi tidak bisa masuk. Akhirnya istri saya membawanya ke dalam rumah.
Suara malam mulai terdengar di keheningan. Sayup-sayup terdengar suara lalu-lintas di jalan tol 35-E yang batas kecepatannya 115Km/jam. Tidak ada suara jangkrik atau belakang seperti di Indonesia. Mungkin saat ini mereka barusan menetas dan belum beranjak dewasa untuk bisa ‘bernyanyi’.
Di pagi hari kami dihibur oleh kicauan burung-burung dan buaian lembut sinar mentari pagi. Sesekali angin sejuk masuk menyeruak ke dalam tenda kami, terasa segar dan menggairahkan.
“Bagaimana tidurmu?” tanyaku pada istriku yang masih terbungkus sleeping bag.
“Aku suka angin segar dan suara burung-burung,” jawabnya dengan tenang sambil memandangku.
Hari baru telah mulai, Sabtu 16 Mei 2020.