Oleh Api Sulistyo
“Pi, aku punya tongseng kambing,” begitu suara di HP saya Jumat sore kemarin.
Tak ragu lagi itu suaranya Cak Dir, panggilan akrab Cak Sudirno, piyayi Salatiga yang memang sangat jago dalam memasak masakan Jawa.
“Kamu bisa datang untuk makan bareng?” lanjutnya.
Tentu saja dengan senang hati saya mau bertantang ke rumahnya hari berikutnya. Rumahnya yang terletak di luaran kota Saint Paul hanya perlu 20 menit bagi saya untuk ke sana.
Sebetulnya kami ketemuan tidak hanya untuk makan tongseng kambing. Turut diundang juga teman kami Agus Santoso. Tanpa melanggar peraturan untuk social distancing kami pun makan bareng sekalian berbuka puasa karena Agus sedang menunaikan ibadahnya.
Kami bertiga memang telah bersahabat bagai keluarga hampir selama duapuluh tahun di Minnesota. Kekerabatan kami semakin akrab setelah kami membentuk Pusaka Jawa Band sebagai hiburan di waktu senggang dan mengobati rasa rindu kami dengan tanah air, Indonesia. Cak Dir adalah penggebuk drum kami dan Agus adalah guitarist kami. Saya sendiri tertarik memainkan guitar bass.
Sesuai rencana, setelah makan kami jamming seadanya di kebun belakang sambil menikmati sentuhan kehangatan matahari. Hampir dua jam kami melepas rasa kangen karena telah terkurung di rumah selama berminggu-minggu karena pandemi Covid-19. Kita lantunkan lagu-lagu sekenanya yang hinggap di benak dan hati kami. Grothal-grathul karena memang bukan show. Thang-thing, thang-thing karena dalam proses mencari dan mempelajari. Puisi dari Yusuf Kalla kami coba nyanyikan. Tembang-tembang kenangan dari Chryse, Koes Plus, Panbers, dll tak luput dari hasrat kami untuk merasa Indonesia.
Akhirnya saatnya pun tiba untuk mengakhiri temu kangen yang seadanya dan seenaknya itu. Begitu matahari terbenam suhu udara cepat berubah jadi sejuk dan cenderung dingin.

Cak Dir, penggebuk drum dan tukang tongseng kambing
Foto-foto yang saya tampilkan ini adalah hasil jepretan Sydney, istrinya Cak Dir yang selalu menerima kami untuk membuat ‘kegaduhan’. Thank you, Sydney.