Oleh: Api Sulistyo

Para peloncat indah melakukan pemanasan secara bergiliran.
Cerita ini sebetulnya bagian dari pengalaman perjalanan kami ke Ohio untuk mengantar anak kami, Alex Sulistyo berlomba loncat indah akhir Juli lalu. Istri saya, Tami, dan saya sedang duduk di bagian samping kolam renang di kampun Ohio State University di lantai utama. Para peloncat indah sedang melakukan pemanasan, termasuk anak kami. Rasanya enak sekali bisa duduk santai setelah 12 jam di mobil dari Minnesota.
Suasana di Bill and Mar McCorkle Aquatic Pavilion, nama dari arena lomba, sangat ramai. Para athlit terjun ke air secara bergantian. Di bagian lain para pelatih sedang memberikan feedback kepada anak didik mereka. Para pengurus mondar-mandir di arena lomba untuk mempersiapkan semuanya. Tiba-tiba terdengar suara keras datang dari pengurus lewat pengeras bahwa mereka masih memerlukan relawan. Sebetulnya dengan sangat mudah kita tak ambil pusing dan tak harus berbuat apa-apa atas permintaan pengurus. Toh kami datang dari luar kota. Jadi kami ini tamu.
Tetapi, sikut kiri saya mendorong istri saya, “Mo, coba tanya saja bagaimana kita bisa bantu.” Kami memang sejak dulu saling memanggil dengan sebutan “Mo”. Saya tidak ingat lagi awal mulanya. Dari wajahnya kutangkap bahwa dia ragu-ragu dan saya mengerti. Kami tidak tahu banyak tentang dunia loncat indah. La kok malah mau jadi relawan. Tapi, akhirnya Tami beranjak juga dan pergi ke bagian pendaftaran di dekat pintu masuk. Sekitar dua puluh menit kemudian, dia kembali ke tempat duduk kami. Dia sudah memakai kaos relawan warna merah dan tanda pengenal yang dikalungkan di lehernya. Dengan tanda pengenal ini dia bisa masuk ke level bawah untuk membantu.

Boleh bangga nih jadi volunteer.
“Kita akan membantu mencatat rekor pertandingan. Saya kerja hari ini dan kamu lain hari,” katanya sambil menuding lokasi di lantai bawah di mana saya lihat beberapa orang memakai kaos merah. Lebih lanjut Tami mengatakan bahwa akan ada acara orientasi untuk relawan. Ada ruang khusus untuk relawan dan disediakan juga makanan ringan dan minurman. Selain itu, relawan tidak harus beli tiket masuk untuk menonton kompetisi.
Pada waktu dan hari yang ditentukan, dengan menyandang kaos merah dan tanda pengenal, saya mengikuti orientasi di lantai bawah. Saya bertugas mencatat rekor bersama dua relawan lain. Relawan pertama seroang wanita berbadan sangat athletis. Saya kira dia pelaith loncat indah. Dia bertugas memanggil nama peloncat indah dan menyebutkan jenis loncatannya. “Dan Lewis. 403B,’ begitu contohnya. Setelah Dan selesai dengan loncatannya, lima yuri akan memberi nilai secara elektronis. Nilai-nilai ini akan masuk ke komputer yang dijaga oleh relawan nomor dua. Dia peloncat indah dari Ohio, duduk di kelas 2 SMA. Saya akan melihat angka-angka di komputer dan menyalinnya ke kertas sesuai daftar peloncat indah. Sebetulnya tugasnya sangat sederhana, tetapi saya belum pernah melakukannya dan masih perlu belajar. Takut kalau salah tulis.
Kadang ada yuri yang lupa kasih nilai. Relawan pertama akan mengingatkan yuri yang bersangkutan. “Judge number three, please enter your score.”
Setiap peloncat indah harus melakukan sebelas loncatan. Setelah loncatan ke enam, delapan peloncat indah tersisih dan tidak mengikuti babak berikutnya. Setelah loncatan ke delapan, sepuluh peserta tersisih. Alex bisa masuk ke babak terakhir dan masuk peringkat 16. Cukup bagus tetapi perlu lebih banyak berlatih.

Congratulation Alex. Great job!!!!
Kontribusi kami sebagai relawan memang sangat sederhana, tetapi kami belajar sesuatu yang baru. Dengan menjadi relawan ini kami juga ingin menyampaikan pesan kepada anak kami, Alex, bahwa kami sebagai orangtua mendukung dia dengan keinginannya dalam dunia loncat indah. Di lain kesempatan kami akan lebih nyaman menjadi relawan.
Copyright@2017StoryLighthouse. All Rights Reserved.