Oleh: Api Sulistyo
Homecoming? Apakah kata ini artinya pulang kampung? Mudik?
Puluhan tahun saya mendengar istilah homecoming di Amerika dan saya masih tidak yakin bahwa saya menangkap arti yang sebenarnya. Memang arti harafiah dari dua kata ini adalah pulang ke rumah. Tetapi apa yang dimaksudkan?
Homecoming sejauh saya tahu adalah acara di akhir pekan di sekolah tingkat SMA maupun universitas dimana lulusan atau alumni diundang untuk berkunjung ke alma mater mereka. Dengan kehadiran mereka diharap akan dorongan semangat bagi anak didik yang masih dalam proses belajar. Pada acara homecoming ini biasanaya sekolah yang bersangkutan menyajikan pertandingan sepakbola pada hari Jumat malam. Mereka berharap bahwa tim kebanggaan mereka akan tampil gemilang sebagai suguhan istimewa bagi para tamu. Tentu saja ada juga atraksi-atraksi lain seperti marching band dan dance team yang ingin pamer kebolehan mereka. Dan para tamu pun akan sangat menghargai.
Yang tak kalah menariknya dari acara homecoming adalah kesempatan bagi siswa-siswi, terutama di tingkat SMA untuk mengenal lawan jenis mereka. Mereka berpasang-pasangan dan berdandan seperti akan menghadiri pesta. Para siswi biasanya memerlukan banyak waktu untuk menentukan dandanan yang akan dipakai, model potongan rambut, model sepatu, dst. Tentu saja mereka gugup, bingung, dan memerlukan banyak bantuan dari orang dewasa terutama kakak perempuan atau ibu mereka. Proses ini merupakan bagian dari belajar untuk menjadi dewasa. Untuk para siswa, mereka perlu menyesuaikan pakaian mereka dengan pakaian siswa pasangannya biasanya dalam hal warna. Kebanyakan mereka akan memakai baju berdasi, celana panjang dan sepatu. Setiap pasangan juga menentukan warna bunga yang akan disematkan di dada siswa dan di tangan siswi. Bunga ini harus dipesan sebelumnya untuk mendapatkan sesuai yang diinginkan.
Lha terus bagaimana mereka bisa mendapatkan pasangan mereka? Untuk siswa-siswi yang masih muda biasanya mereka berpasangan dengan teman mereka. Mereka tidak atau belum pacaran. Mereka biasanya sudah membicarakannya secara tidak resmi bahwa mereka akan menjadi pasangan untuk homecoming. Tetapi, menurut tradisi, si siswa harus secara resmi ‘memohon’ temannya untuk menjadi pasangannya. Ada yang melakukannya dengan mengirim poster, kartu, text, dst. Mereka dituntut untuk menggunakan kreativitas mereka. Proses ini sebetulnya mirip sekali dengan cara seorang pemuda ‘memohon’ pacarnya untuk menjadi istrinya. “Will you marry me?”
Saya mau cerita sedikit tentang yang dilakukan anak kami, Alex Sulistyo, waktu meminta teman putrinya untuk menjadi pasangannya. Diantar oleh istri saya, dia pergi ke sekolah di mana temannya berlatih menari. Di depan temannya ini, Bailey, dia bermain sulap memakai sebuah kotak yang kosong. Dia menghembus balon dan memasukkan balon itu ke dalam kotak kemudian mencoblos balon itu dengan lidi lancip sambil memutar kotak. Ketika pintu kotak dibuka, balon itu sudah tidak ada. Yang ada di dalam kotak adalah kertas putih dengan tulisan “H.C.?” Maksudnya, “Home Coming?” Dan Bailey pun setuju untuk menjadi pasangannya.
Saling Mengenal
Sesuai dengan rencana pada hari Sabtu jam empat sore Alex harus pergi ke sebuah taman di pinggir danau, Thomas Lake, untuk berfoto dengan Bailey dan lima pasangan lainnya. Kami sebagai orangtua merasa gugup tetapi excited juga. Kami pingin melihat Bailey dan orangtuanya. Saya kira orangtua lainnya merasakan hal serupa. Kebetulan putri kami Ingrid dan temannya, Anya ingin datang juga. Ingrid memberikan beberapa nasihat kepada Alex tentang bagaimana memperlakukan cewek dengan baik. Saya lihat bagaimana dia mesti merangkul Bailey dari samping. “Jangan taruh tanganmu di lengannya. Tanganmu harus ada di bagian pinggulnya,’ itu salah satu nasihatnya.
Untung sore itu ada seorang ayah yang rupanya jadi tukang foto professional. Dia mengambil banyak sekali foto dengan kamera dan lensanya yang canggih. Sementara yang lain memakai kamera biasa atau bahkan banyak yang memakai HP. Salah satu adegan favorite pada acara foto ini adalah pasangan putri menyematkan bunga di dada pasangan pria. Sebaliknya pasangan pria memasukkan untaian bunga ke tangan pasangan putri. Sekali lagi proses ini mengingatkan saya pada acara resmi pernikahan di mana pasangan saling memasukkan cincin ke jari pasangannya.
Setelah acara foto-foto selesai beberapa orang tua mengantar mereka ke sebuah restoran yang sudah ditentukan. Biasanya pasangan pria membayari pasangannya. Tetapi rupanya tradisi ini sudah berubah. “Mereka berbagi makanan dan membayar sendiri,” Alex bercerita kepada kami. Padahal dia sudah siap dengan kartu maupun uang tunai untuk belajar ‘nraktir’ cewek.
Setelah makan malam para pasangan ini pergi ke sebuah tempat yang biasanya sudah ditentukan oleh pihak sekolah untuk menari. Tentu saja mereka canggung dan tidak percaya diri kecuali kalau mereka sudah biasa menari. Acara terakhir adalah pergi ke salah satu keluarga di mana mereka meluangkan waktu bersama. Mereka tidak harus berdandan rapi lagi. Jadi mereka membawa pakaian tambahan untuk ganti. Keluarga biasanya mempersiapkan aneka permainan dan kegiatan lainya bagi mereka. Tak lupa mereka menyediakan makanan ringan dan minuman. Tentu yang tidak mengandung alcohol. Kami tidak tahu jam berapa acara itu akan selesai. “Kirim text saja kalau sudah siap untuk dijemput.”
Jam 12 tengah malam istri saya menjemput Alex. Dia tidak berdandan lagi. Dia pakai kaos dan celana pendek. Tetapi tetap memakai sepatu resminya karena dia lupa membawa sandalnya untuk ganti. Homecoming memberikan kesempatan untuk mengenal lawan jenisnya dan persiapan untuk menjadi orang dewasa. “Bailey is my friend,” jawabnya ketika kami tanya kalau mereka pacaran. Suatu hari proses menjadi dewasa ini akan terjadi lagi dan mungkin bukan dengan teman, tetapi dengan pacar beneran.Mereka masih ada waktu untuk belajar.
Copyright@2017StoryLighthouse. All rights reserved.